MENDUNG DI LANGIT KASUNANAN KARTASURA

Di penangkilan, Sunan Pakubuwana dihadap  pasukan keamanan raja serta para prajurit Kartasura yang tak turut berperang melawan pasukan Demak. Kepada Tumenggung Wirajaya, Sunan Pakubuwana bertanya, “Bagaimana kabar prajurit Kartasura yang tengah menghadapi pasukan Demak? Apakah mereka di atas angin? Apakah mereka terdesak musuh?”

night thought.jpg

“Ampun Kangjeng Sunan,” Tumenggung Wirajaya memberi jawaban dengan nada sendu. “Kabar yang hamba terima, prajurit Kartasura yang berada di Banyudana telah melarikan diri, sesudah pasukan Demak berada di atas angin. Pangeran Buminata, Pangeran Dipanagara, Pangeran Singasari, Pangeran Rangga, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Arya Pamot, Pangeran Prangwadana, Pangeran Arya Mataram, Pangeran Arya Panular, Pangeran Danupaya, dan Pangeran Slarong telah meninggalkan medan laga.

Sunan Pakubuwana menghela napas panjang. Mengalihkan pandang ke arah Bangsataka. “Hei, Bangsataka. Berapa prajurit yang tersisa di Kartasura?”

“Kurang lebih seribu prajurit, Kangjeng Sunan.”

“Baiklah.” Sunan Pakubuwana beranjak dari singgasana. “Ketika para panglima perang sudah tak dapat diandalkan, aku sendiri yang akan memimpin para prajurit Kartasura. Menghadapi musuh dari Demak.”

Sebelum Sunan Pakubuwana meninggalkan penangkilan, Surawiguna dan Dipayuda menghadapnya. “Ampun, Kangjeng Sunan. Seluruh panglima perang yang Kangjeng Sunan perintahkan untuk menghadapi pasukan Demak telah meninggalkan medan laga.”

“Aku sudah tahu. Sekarang keluarlah kalian ke alun-alun! Aku sendiri yang akan memimpin kalian. Menghadapi orang-orang Demak.”

Selepas Surawiguna, Dipayuda, Wirajaya, dan lainnya dari penangkilan; Sunan Pakubuwana memasuki kedaton. Sesudah mengenakan pakaian panglima perang dan membawa tombak Kyai Plered, Sunan Pakubuwana yang disertai Raden Ayu Kilen melangkah tegap ke alun-alun.

Tepat pada hari Jum’at, Sunan Pakubuwana yang menobatkan diri sebagai panglimna perang itu membawa pasukan Kartasura menuju medan laga. Dengan kuda putih Kyai Wijayacapa, Sunan Pakubuwana yang diiringi pasukan Kartasura dan Kumpeni di bawah kepemimpinan Kapten Hogendrop siaga menyongsong musuh dari Demak.

Di bawah kepemimpinan Sunan Pakubuwana, pasukan Kartasura yang didukung Kumpeni bertempur melawan pasukan Demak. Karena kalah dalam jumlah prajurit, pasukan Kartasura berhasil dipukul mundur oleh pasukan Demak. Sunan Pakubuwana meninggalkan istana Kartasura dan berlari ke arah timur pada hari Sabtu, 27 Rabiulakhir, tahun Alip.

Pelarian Sunan Pakubuwana beserta pasukannya sampai di Makamdawa. Dari Makamdawa, Sunan Pakubuwana yang akan mengungsi di wilayah Pranaraga itu bergerak ke Karangasem, Pasadakan, Pakudusan, Windan, Kedunggudel, Sungai Jenes, Kadiwekan, Babad, Pagedangan, Pamanggaran, Langsur, Trajukuning, Boga, Jamurdipa, Sagawe, dan Magetan. Sesampai di Pranaraga, Sunan Pakubuwana mendirikan istana di sana.

Sepeninggal Sunan Pakubuwana, Sunan Amangkurat Prabu Kuning beserta pasukannya menduduki istana Kartasura. Seluruh harta-benda di dalam istana  dijarah oleh orang-orang Cina. Sementara para istri, putri, dan saudara perempuan Sunan Pakubuwana yang tertinggal di Kartasura, Ratu Ageng, Ratu Maduretna, Raden Ayu Kaluwak, Raden Ajeng Uwuh Ngularan, Mas Ayu Pujawati, Raden Ajeng Dewi, Raden Ajeng Jabir, Raden Ajeng Sarwa, Raden Ayu Andayasmara, Pujawati, Citrawati, Gandawati, Tejawati, Puspawati, Tiknawati, Surtikanti, Smaraningsih, Tilarsih, Tiksnarengga, Renggasari, Andayawati, Retnasari, Wandangsari, Retnadi, Erawati, Andayaningsih, Srenggara, Turunsih, dan lainnya dalam cengkeraman Tumenggung Martapura, Tumenggung Mangononeng, dan Tumenggung Padmanagara.

Sewaktu Sunan Amangkurat Prabu Kuning menduduki Kartasura, ketiga kerabat Sunan Pakubuwana – Pangeran Buminata, Pangeran Arya Mataram, dan Pangeran Singasari – kembali ke Kartasura untuk menyerahkan diri. Pangeran Dipanagara dan Pangeran Arya Pamot mengikuti pelarian Sunan Pakubuwana ke Pranaraga. Pangeran Danupaya, Pangeran Rangga, Pangeran Slarong, Pangeran Prangwadana, dan Pangeran Mangkubumi mengungsi di Dusun Margasari yang berada di wilayah Mataram (Ngeksiganda). Di sana, kelima saudara Sunan Pakubuwana itu menggalang pasukan. (uaw/plt)

Author:

The Writer which pay attention for the traditional cultures or Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s